Konseling Anak Mengantuk, Bermain/Sibuk Sendiri di Kelas



A.      Deskripsi Mengantuk, Bermain atau Sibuk Sendiri Dalam Kelas
1.        Deskripsi Mengantuk
Secara fisiologis tubuh kita mempunyai alarm yang dapat mengingatkan bahwa tubuh memerlukan istirahat yang cukup. Apabila tubuh perlu istirahat maka akan memberikan kode dalam bentuk rasa kantuk (mengantuk). Apabila dengan kode mengantuk kemudian kita beristirahat (dengan mencoba tidur), maka setelah bangun tubuh akan terasa segar. Sebab pada saat tidur tubuh akan memanfaatkan zat kelelahan (asam laktat) untuk diolah kembali di dalam hati sebagai cadangan tenaga.
Proses pengolahan kembali zat kelelahan (asam laktat) menjadi cadangan tenaga di dalam hati umumnya terjadi di malam hari antara jam 24.00 sampai dengan jam 02.00. Oleh sebab itu, seyogyanya kita memberikan kesempatan kepada tubuh agar beristirahat terutama pada saat waktu tersebut.
Mengantuk juga dapat menunjukkan bahwa otak sedang kekurangan oksigen. Oksigen dibutuhkan oleh sel-sel otak untuk melakukan aktifitas rutin sehari-hari. Apabila oksigen yang beredar di darah kurang mencukupi kebutuhan metabolisme dasar, maka otakpun akan kekurangan oksigen. Gejala yang ditunjukkan adalah mengantuk.[1]

2.    Deskripsi Sibuk Sendiri Dalam Kelas
 Otak adalah organ tubuh yang tidak akan mengalami lelah. Otak berbeda dengan organ tubuh lainnya yang jika melakukan pekerjaan akan mengalami capek dan lelah. Oleh sebab itu, otak manusia tidak akan mungkin merasa lelah walau digunakan untuk berpikir dan belajar selama sehari semalam. Kelelahan otak terjadi akibat dari rasa bosan dan penat yang dialami seseorang. Perasaan bosan dan penat inilah yang menyebabkan seseorang cepat merasa lelah dan ingin menghentikan pekerjaannya untuk kemudian beristirahat. Untuk lebih jelasnya, terdapat analogi sederhana untuk mendeskripsikan
Ada seorang karyawan bekerja di suatu perusahaan yang lokasinya relatif tidak jauh dari rumahnya, dan jika pulang kerja, ia tampak begitu lelah hingga ketika sampai di rumah, ia langsung menuju ke kamar untuk tidur. Namun, ketika ada telepon dari kawannya menawarkan untuk pergi tamasya ke tempat wisata yang jauh, seketika itu juga rasanya ia sanggup untuk pergi ke tujuan wisata yang relatif jauh dari rumahnya. Orang tersebut merasa lelah karena rutinitas membosankan yang dilalui selama ia bekerja. Ketika ia diajak untuk melakukan hal yang digemarinya ternyata rasa capek itu seolah sirna.[2]
Hal yang semacam ini kerap kali dialami para siswa. Tidak sedikit diantara mereka yang bermain dan sibuk sendiri ketika pelajaran sedang berlangsung. Celakanya, bermain dan sibuk sendiri di kelas membuat dampak negatif yang besar jika pelajaran yang penting tersebut belum dipahami oleh siswa. Oleh karena itulah, agar tujuan belajar tercapai sesuai dengan target yang ditentukan, para guru dan pengajar hendaknya mengetahui hal-hal yang dapat menyebabkan kebosanan dan kepenatan dalam proses belajar mengajar.

B.       Sebab-sebab Terjadinya Mengantuk, Bermain atau Sibuk Sendiri Dalam Kelas
1.        Sebab-sebab Terjadinya Mengantuk
Mengantuk saat pelajaran bisa muncul dari dua faktor. Pertama, faktor luar diantaranya disebabkan karena pelajaran dan guru yang tidak disenangi, cara mengajar guru yang selain monoton, tanpa humor, barangkali juga tidak disertai contoh-contoh atau ilustrasi yang memadai.
Kedua, faktor dalam diri sendiri seperti kelelahan, kurang sehat, kurang tidur, atau memang ada penyakit yang tidak disadari. Jika disebabkan kelelahan, kurang sehat atau kurang tidur, nampaknya persoalan ngantuk tetap saja mengancam. Jalan keluarnya tentu istirahat dan tidur yang cukup. Jika ini semua dianggap beres, tidak ada masalah, maka tidfak ada salahnya segera ke dokter untuk konsultasi atau kalau perlu ke laboratorium klinik untuk memeriksakan darah. Sebab rasa ngantuk yang terus muncul biasanya ada hubungannya dengan kadar gula darah yang berlebihan.[3]

2.    Sebab-sebab Terjadinya Bermain Sendiri atau Sibuk Sendiri dalam Kelas
a.     Jenis Pelajaran
Setiap mata pelajaran memiliki karateristik masing-masing dan mengandung kekhususan yang membedakan satu mata pelajaran dengan mata pelajaran yang lainnya. Maka dari itu, cara pengajaran tiap mata pelajaran itu berbeda-beda. Ada yang penyampaiannya dapat dilakukan hanya teoritis saja, ada yang memerlukan praktik, bahkan ada yang harus melakukan eksperimen atau percobaan.
Dalam sudut pandang ilmu didaktik, para pengajar harus menerapkan metode yang tepat agar pelajaran yang ia sampaikan tidak monoton dan membosankan. Ada beberapa pelajaran yang “rawan” dalam hal ini, biasanya pelajaran-pelajaran yang memerlukan metode penyampaian satu arah cenderung lebih membosankan daripada metode belajar dua arah, seperti Sosiologi, Sejarah, dan Ekonomi. Dalam mata pelajaran Sosiologi yang berisi analisa dari para sosiolog tentang gejala-gejala yang timbul dalam masyarakat, jika sang pengajar menjelaskan pelajaran ini dengan gaya yang monoton, tidak jarang akan menimbulkan perasaan bosan yang dapat memecah konsentrasi belajar para siswa. Demikian juga dengan ilmu Sejarah, jika guru tidak pandai menerangkan dan menyampaikannya kepada para siswa, bisa-bisa malah menjadi dongeng empuk pengantar tidur.
Pelajaran-pelajaran eksak memang tak menggunakan metode pengajaran satu arah, karena harus disampaikan dengan metode latihan dan eksperimen. Namun tak jarang guru malah menerapkan metode pengajaran satu arah. Bila pelajaran Kimia umpamanya diajarkan hanya melalui penjelasan lisan dari pengajar, tentu akan menimbulkan kepenatan luar biasa di kalangan murid.
Jadi, metode satu arah dapat diterapkan asal menggunakan cara yang interaktif, motivatif, inspiratif, dan membangun karakter murid, karena cara ini akan mengikutsertakan siswa dalam proses belajar mengajar yang tentunya memacu konsentrasi siswa dalam menyerap pelajaran.

b. Kurangnya rangsangan keaktifan siswa dalam belajar
Tingkat kecerdasan setiap siswa berebeda-beda. Ada siswa yang cerdas sehingga mampu menyerap pelajaran dalam sekali penyampaian, dan ada juga siswa yang harus mendapat berulang kali pengarahan baru ia mengerti dan memahami suatu pelajaran. Siswa yang mampu menyerap pelajaran dengan mudah bisanya lebih aktif daripada siswa yang kurang mampu menyerap pelajaran dengan baik, hal ini karena kebanyakan mereka menganggap bahwa dirinya tidak akan bisa memahami pelajaran ( rendah diri ). Ini menjadi penyebab terpenting dalam membangun kebosanan bagi siswa. Oleh karena itu, setiap guru dituntut untuk merangsang keaktifan para siswa.
Contoh mudah adalah dengan membuat sebuah game sederhana yang memacu keaktifan pelajar, berupa kuis yang berisi pertanyaan logika atau hal-hal menyenangkan lainnya. Yang penting adalah, sedapat mungkin para guru membuat semua siswa aktif dalam belajar dengan membuat kegiatan yang mengasyikkan. Jangan biarkan para siswa belajar secara pasif. Sebagaimana yang telah disinggung di poin pertama, hendaknya setiap murid diikutsertakan dalam proses pembelajaran, sebab hal ini sangat menguntungkan bagi guru dan murid, karena guru dan murid masing-masing akan mengetahui kelemahannya untuk kemudian dievaluasi agar tercipta proses belajar mengajar yang lebih baik.

c. Pendekatan yang salah
Seringkali seorang guru mencoba untuk membangun image yang menjadikan dirinya berwibawa. Namun banyak guru salah kaprah dalam menerapkan image ini. Bukannya bertambah wibawa, tidak jarang malah mereka menjadi olok-olokan di kalangan siswa. Ini terjadi karena para pengajar sering melakukan pendekatan yang salah terhadap para muridnya.
Tidak ada seorang manusia pun yang rela direndahkan derajatnya dan harga dirinya. Oleh sebab itu, jika seorang guru membangun wibawanya dengan cara menyombongkan dirinya dan menjatuhkan harga diri siswanya melalui kata-kata yang menunjukkan bahwa hanya sang gurulah yang benar, maka penjelasan dari guru tersebut tidak akan pernah didengar oleh para siswa, sebaliknya mereka akan mencari kesibukan masing-masing atau bahkan mereka tidur di kelas. Demikian halnya jika sang guru memberi kesan agar murid-murid takut kepadanya, yang terjadi adalah para murid hanya akan hormat sesaat kepada sang guru yaitu pada saat jam pelajaran sedang berlangsung, akan tetapi di luar itu sang guru tersebut menjadi bahan olok-olokan dan bahan tertawaan bagi siswanya. Jadilah guru yang disegani bukan ditakuti, karena kalau disegani walaupun gurunya tidak ada mereka tetap hormat, tapi kalau  ditakuti, begitu gurunya tidak ada langsung menjadi bahan tertawaan.
Pendekatan semacam ini menyebabkan guru sering menganggap remeh kepada muridnya, sehingga ia pun mengajarkan hal-hal yang sebenarnya telah diketahui oleh siswanya, dan yang lebih parahnya lagi, apa yang ia ajarkan itu terkadang tidak sesuai dengan kenyataan. Jika ini terjadi, maka dapat dipastikan murid tidak akan mau berkonsentrasi, sebab ia merasa telah memahami permasalahan tersebut lebih baik daripada gurunya.
Padahal sebagai seorang guru yang baik, sudah seharusnyalah untuk berlaku adil. Maksudnya, walaupun secara perhitungan kasar mayoritas siswanya berpengetahuan rendah, tapi tetap ada beberapa siswa yang mempunyai kemampuan di atas rata-rata, mereka juga mempunyai hak untuk diberi pelajaran yang lebih baik, dan setiap guru harus mampu mengayomi minat belajar siswanya.
Dalam ilmu retorika, seorang pembicara akan sukses bila apa yang ia sampaikan betul-betul dapat mengubah pikiran orang lain, dan ini hanya akan terjadi, bila sang pembicara mampu menarik minat pendengar, yaitu dengan cara melakukan pendekatan yang sesuai dengan keinginan pendengar. Hal inilah yang harus dipelajari setiap guru agar sukses dalam menyampaikan materi pelajaran kepada murid-muridnya
d. Kondisi kejiwaan yang sedang memburuk
Kondisi fisik yang baik belum tentu akan menghasilkan perbuatan yang baik pula, walaupun pepatah berkata bahwa di dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang sehat pula, namun faktanya sering berlainan. Maka kondisi kejiwaan ( mood ) harus benar- benar sesuai agar menciptakan hasil yang sesuai pula. Manusia sebagai makhluk yang cerdas sebenarnya lebih sering dipengaruhi oleh keadaan jiwa dalam melakukan suatu pekerjaan. Maka dari itu, guru haruslah mengetahui mood murid-muridnya, jangan-jangan murid tersebut sedang ada masalah di luar sekolah, entah di rumah atau di tempat lainnya. Adakanlah bimbingan konseling untuk mengatasinya, jadikanlah sekolah sebagai tempat yang nyaman dan melindunginya, ini akan membantu untuk meningkatkan gairah dan semangat belajarnya.
Sebagai penutup, hindarilah keempat hal di atas agar tercipta suasana belajar yang menjadi idaman semua orang. Ingatlah, belajar yang baik itu tidak penting mahal atau fasilitasnya harus canggih, karena hal tersebut tidak menjamin proses belajar yang efektif tanpa adanya metode belajar yang baik, tapi yang terpenting adalah bagaimana caranya kita untuk menjadikan belajar itu menjadi menyenangkan.[4]

C.  Langkah-langkah Bimbingan yang Ditempuh
Langkah-langkah bimbingan yang di tempuh dalam hal ini adalah:
a. Identifikasi Kasus
b. Lokalisasi jenis dan sifat kesulitan
c. Menemukan faktor penyebab baik secara internal maupun eksternal
2. Langkah prognosis yaitu suatu langkah untuk mengestimasi (mengukur),
memperkirakan apakah kesulitan tersebut dapat dibantu atau tidak.
3. Langkah Terapi yaitu langkah untuk menemukan berbagai alternatif kemungkinan cara yang dapat ditempuh dalam rangka penyembuhan kesulitan tersebut yang kegiatannya meliputi antara lain pengajaran remedial, transfer atau referal.
Sasaran dari kegiatan diagnosis pada dasarnya ditujukan untuk memahami
karakteristik dan faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kesulitan. Dari ketiga pola pendekatan di atas dapat disimpulkan bahwa langkah-langkah pokok prosedur dan teknik diagnosa kesulitan belajar adalah sebagai berikut:
4. Mengidentifikasi siswa yang diperkirakan mengalami kesulitan belajar. Adapun langkah-langkah mengidentifikasi siswa yang mengalami kesulitan belajar.
Menandai siswa dalam satu kelas atau dalam satu kelompok yang diperkirakan mengalami kesulitan belajar baik bersifat umum maupun khusus dalam bidang studi
Meneliti nilai ulangan yang tercantum dalam “record academic” kemudian dibandingkan dengan nilai rata-rata kelas atau dengan kriteria tingkat penguasaan minimal kompetensi yang dituntut.
Menganalisis hasil ulangan dengan melihat sifat kesalahan yang dibuat.
Melakukan observasi pada saat siswa dalam kegiatan proses belajar mengajar yaitu mengamati tingkah laku siswa dalam mengerjakan tugas-tugas tertentu yang diberikan di dalam kelas, berusaha mengetahui kebiasaan dan cara belajar siswa di rumah melalui check list mendapatkan kesan atau pendapat dari guru lain terutama wali kelas,dan guru pembimbing.[5]
5. Mengalokasikan letaknya kesulitan atau permasalahannya, dengan cara mendeteksi kesulitan belajar pada bidang studi tertentu. Dengan membandingkan angka nilai prestasi siswa yang bersangkutan dari bidang studi yang diikuti atau dengan angka nilai rata-rata dari setiap bidang studi. Atau dengan melakukan analisis terhadap catatan mengenai proses belajar. Hasil analisa empiris terhadap catatan keterlambatan penyelesaian tugas, ketidakhadiran, kekurang aktifan dan kecenderungan berpartisipasi dalam belajar.
6. Melokalisasikan jenis faktor dan sifat yang menyebabkan mengalami berbagai kesulitan.
7. Memperkirakan alternatif pertolongan. Menetapkan kemungkinan cara mengatasinya baik yang bersifat mencegah (preventif) maupun penyembuhan (kuratif).
Demikianlah prosedur dan teknik diagnosa kesulitan belajar, di atas dapat dipergunakan. Namun penerapannya dalam proses konseling bisa sangat bervariasi, bahkan ada beberapa pakar yang mempunyai pandangan yang bertolak belakang atau kontradiktif. Bahkan, menurut Carl Rogers, terapi atau pertolongan yang baik tidak membutuhkan ketrampilan dan pengetahuan diagnosa.

D.  Usaha Bimbingan Konseling Individu dan Kelompok
1.      Tujuan: Tujuan dari kegiatan yang dilakukan oleh konselor ini adalah agar siswa mampu berkomunikasi dengan efektif dan efisien dengan anggota kelompok serta mampu mengungkapkan pendapatnya. Selain itu, siswa juga harus mampu menyimak apa yang disampaikan oleh orang lain, karena dengan menyimak, hal positif, siswa dapat memperoleh banyak ilmu.
2.      Kompetensi yang harus dicapai:
·         Siswa mampu berkomunikasi secara efektif dan efisien.
·         Siswa mampu menyimak dengan baik.
3.      Skenario kegiatan:
·         Siswa dibagi kelompok menjadi 10 orang.
·          Setiap kelompok memiliki nomor urut sendiri-sendiri dari nomor 1 sampai 10.
·         Secara berurutan setiap menit, setiap orang dalam kelompok masing-masing diminta memberikan pendapatnya, dengan syarat: tidak boleh bertanya atau bicara satu sama lain, dan seterusnya sampai seluruh anggota kelompok memperoleh bagian waktunya masing-masing untuk dipikirkan sendiri.
4.      Diskusi kelompok. • Kesimpulan diskusi dan penutup.
1)       Pembentukan kelompok: Kelompok dibentuk berdasarkan sukarela dan acak.
2)       Konsolidasi: Konselor memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk melakukan konsolidasi untuk mencegah terjadinya ketidakmengertian bimbingan dan konseling ini.
3)      Transisi
a)      Resolusi konflik (stroming): Konselor memotivasi konseli untuk mengikuti kegiatan bimbingan kelompok tersebut dengan baik, konselor berupaya untuk mengkondisikan kegiatan tersebut agar berjalan dengan baik.
b)      Pengembangan norma kelompok (norming): Konselor melakukan re-konsolidasi dan re-konstruksi kelompok dengan melakukan pembagian tugas terhadap layanan yang akan dilaksanakan, agar peran atau tugas masing-masing anggota kelompok mengerti.
4)      Kerja
a)      Eksperintasi: Peserta yang sudah berada dalam kelompoknya masing-masing dikondisikan untuk melakukan permainan yang sudah dipersiapkan, yaitu bom kelipatan tiga. Adapun operasional pelaksanaannya yaitu:  Berdiri berbentuk lingkaran.Ø  Pembimbing kelompok menjelaskan jalannya permainan, yaitu: anggotaØ kelompok secara berurutan mengucapkan hitungan satu, dua, dan seterusnya; barangsiapa yang mendapatkan bilangan kelipatan tiga (3, 6, 9, dan seterusnya), maka peserta tersebut, menggantinya dengan kata “bom”.  Anggota kelompok diajak mencoba permainan ini. Pembimbing kelompokØ meminta salah seorang peserta memulai hitungan ... “satu” untuk peserta pertama, “dua” peserta kedua, “bom” peserta ketiga dan seterusnya sehingga semua anggota kelompok mendapatkan giliran.  Setelah dicobakan permainan ini ternyata berhasil, maka dilaksanakanØ permainan sebenarnya. Nantinya, bagi peserta yang tidak tepat di dalam menghitung dan/atau tidak tepat mengganti kata “Bom”, maka peserta tersebut diharapkan untuk duduk kembali.
b)      Identifikasi: Konselor memberikan pertanyaan  Apa yang anda rasakan pada saat melakukan simulasi?Ø  Apa yang anda rasakan ketika teman anda melakukan kesalahan?Ø  Kesulitan apa yang anda temui pada saat menyelesaikan permainan ini?Ø  Apa yang anda pikirkan ketika anda mendapat kesulitan dalam mencapaiØ keberhasilan menyelesaikan permainan ini?  Apa yang membuat kalian dapat bangkit lagi untuk menyelesaikanØ permainan?
c)      Analisis: Dalam tahap ini konselor memberikan pertanyaan  Apa hikmah yang dapat diambil dari permainan ini?Ø  Bagaimana pendapat anda jika permainan ini dikaitkan dengan kehidupanØ sehari-hari?
d)      Generalisasi: Apakah anda berencana untuk saling terbuka tentang kesalahan yang pernah diperbuat? 4. Terminasi a. Refleksi umum: Konselor memberikan penguatan pada konseli dan memberikan kesempatan terbuka bagi siswa yang ingin konseling. b. Tindak lanjut: Konselor memberi penguatan pada konseli untuk merealisasikan rencana-rencana perbaikannya.

0 komentar:



Posting Komentar