Ternyata kriteria pacar dan istri itu berbeda


Perkenalkan saya Raka, seorang pria dari keluarga terhormat. Saya mencintai seorang wanita yang sudah 7 tahun  menjadi pacar saya. Kami menjalin hubungan pacaran semenjak SMA. Dengan harapan dia menjadi istri saya, maka saya pacaran dengannya sambil menunggu kesiapan kami berdua untuk menikah. Hari demi hari kami lalui seperti biasa, layaknya orang kebanyakan yang pacaran. Tujuh tahun kami jalani dengan saling tukar kabar, jalan-jalan, nonton bioskop, makan-makan, dan hal-hal yang biasa dilakukan muda-mudi yang lagi pacaran. Tapi dalam hati kami diniatkan untuk bisa melanggengkan hubungan ini ke jenjang berikutnya yaitu pernikahan.
Singkat cerita kami berdua telah siap menikah, dan kami membicarakan perihal niat kami ini kepada orang tua, lalu turunlah restu untuk segera menikah. Lagi pula usia saya saat itu sudah menginjak 25 tahun, begitu juga dengan pacar saya, karena kami memang satu angkatan.
Dua hari setelah kami menjalani sesi foto pre-wedding, tiba-tiba terjadilah sesuatu  yang aneh. Calon saya agak sulit dihubungi, sikapnya juga berubah. Keganjilan semakin terjadi tepat  dalam waktu dua harisetelah foto pre wedding tersebut saya melihat wanita mirip sekali dengannya sedang jalan bersama seorang pria, entah itu siapa. Saat saya klarifikasi kepadanya melalui telepon, dia bilang kalau pria itu adalah sepupunya. Tanpa ada rasa curiga sedikitpun saya percaya. Namun kepercayaan saya itu sirna saat dua hari setelahnya, dia “memutuskan” hubungan kami tanpa kejelasan, hanya bilang kalau “kita sudah tidak cocok lagi”.
Saya sulit sekali menghubunginya untuk konfirmasi perihal alasan dan kejelasan hubungan kami. Namun, semua itu menjadi tak perlu lagi karena dua minggu setelahnya saya mendapat kabar dia menikah dengan orang lain, dengan pria itu.
Hancur, sakit, kesal, marah, kecewa, semua campur aduk saya rasakan. Betapa pengorbanan saya selama 7 tahun ini dari antar-jemput dia, keluar uang sana-sini semua waktu, tenaga, harta yang telah saya keluarkan, terbuang percuma hanya untuk seorang wanita yang ternyata tidak menjadi istri saya. Sekarang saya sadar, kriteria seorang pacar dan istri sungguhlah berbeda. Sekarang ini yang saya cari bukan seorang pacar, namun seorang istri.

Mencintai dalam Hati Ternyata Kesalahan



Namaku Tulip, seorang gadis yang tak pernah pacaran sama sekali dan memang berprinsip untuk tidak mau pacaran, tapi langsung menikah saja. Prinsip itu menjadikanku terlihat lebih cuek terhadap pria. Bahkan aku terkenal kaku untuk berhadapan dengan pria. Hingga terkesan dari luar justru aku ini jutek. Awalnya itu tidak menjadi masalah bagiku, tapi mulai menjadi masalah saat usiaku menjadi matang untuk menikah, saat semua teman sebayaku hampir menikah.
Prinsip tidak pacaran yang kuanut kukira tadinya sudah cukup. Namun ternyata prispip itu mengantarkanku  untuk terjebak dalam situasi “Cidaha”, yaitu mencintai dalam hati. Setiap aku menyukai seorang pria, aku menyimpannya rapat-rapat, bahkan jarang kuceritakan kepada siapa pun. Di depan aku terlihat biasa-biasa saja seperti cuek pada dia yang kusukai. Namun dibelakangnya aku bisa stalking kegiatan hariannya melalui akun sosmed-nya, dari Facebook, Blog, Twitter dan lain-lain.
Sayangnya ketidakberanianku untu mengungkapkan perasaan terlebih dulu membuahkan akibat yang terus berulang. Setiap orang yang kukagumi secara rahasia, selalu meninggalkanku dan menikah dengan wanita lain. Hal tersebut berulang, terjadi sampai beberapa kali. Hingga suatu masa aku merasa harus menjadi yang terakhir kalinya aku terjebak dalam virus Cidaha.
Kurang lebih dua tahun aku mengaguminya, kekagumanku kali ini rasanya berlebihan. Selain stalking akun sosmed-nya. Aku juga sampai membuat catatan harian tentangnya. Catatan digital seperti buku harian di laptopku, yang passwordnya adalah tanggal lahir dia. Setiap hari aku menulis tentangnya juga tentangku. Harapan-harapanku bersamanya, impianku bersamanya dan lainnya. Tanpa ia ketahui. Perasaan itu aku simpan rapi, hanya salah seorang sahabatku yang mengetahuinya.
Hingga suatu hari aku mendengar kabar bahwa ia akan menikah! Kaget, bercampur sedih aku rasakan. Kali ini aku putuskan memberanikan diri mengungkapkan perasaanku kepadanya. Kemudian ia hanya menanggapi, “Kamu kemana saja selama ini, saat aku mengharapkanmu kamu kemana?” Ya! Salahku sendiri  yang terlalu egois di saat sebenarnya sinyal-sinyal cinta darinya mulai aku dapatkan beberapa waktu sebelumnya.
Aku kalut, sakit hatiu sudah memuncak merasakan kegagalanku lagi. Kuputuskan member file catatan harianku kepadanya. Terserah apa yang mau dipikirkannya, namun aku ingin dia juga tahu perasaanku kepadanya. Meski kuakui dalam hati bahwa saat itu ada harapan bahwa dia akan berpaling kepadaku, takdir sudah berbicara, ini sudah menjadi keputusan Allah. Dia tetap menikah dengan orang lain.
Aku sadar bahwa ada hal yang harus kubereskan, yaitu diriku sendiri. Aku harus berdamai dengan diriku sendiri, yang ternyata belum memaafkan kesalahannya, yang terlalu memforsir diri mencinta pada tempat yang tak seharusnya. Sekarang ini kubiarkan aku mendekat kepada-Nya, untuk dipantaskan bertemu dengan ia yang ditakdirkan untukku, dengan cara-cara yang lebih baik. Aaamiin.
#####000#####
Ternyata cinta dalam hati bisa menjadi sebuah kesalahan ya… Saatnya intropeksi diri, berdamai dengan diri sendiri untuk memaafkan bagian dari masa lalu.
Bagian dari proses Cleansing dalam buku “Jodoh Dunia Ahirat – Merayu Allah, Menjemput Dalam Taat”. Karangan dari “Fu & Canun” Penerbit Mizania.

Motivasi Orang Tua dalam Mendidik Anak

Ketika dia selalu dikritik denga sedirinya pelajaran anak adalah merasa dilecehkan orang lain.
Ketika dia hidup dengan penuh rasa aman dengan sendirinya dia akan merasa aman.
Ketika dia hidup dibawah permusuhan, dengan sendirinya dia akan belajar untuk menghancurkan.
Ketika dia hidup diantara orang-orang yag menerima dirinya, dengan sendirinya dia akan belajar tentang cinta.
Ketika dia hidup dibawah bayang-bayang rasa takut, dengan sendirinya dia akan belajar cara mengintai.
Ketika dia dibawah pengakuan akan dirinya, dengan sendirinya dia akan belajar memiliki arahan dalam kehidupannya.
Ketika dia hidup dibawah naungan kasih sayang yang berlebihan, dengan sendirinya dia akan belajar mencintai dirinya sendiri.
Ketika dia hidup dibawah naungan kecemburuan yang berlebihan, dengan sendirinya dia belajar merasa berdosa.
Ketika dia hidup dibawah lindungan pertemanan, dengan sendirinya dia akan belajar bahwa dunia ini merupakan tempat yang indah.