Konseling Anak Mengantuk, Bermain/Sibuk Sendiri di Kelas



A.      Deskripsi Mengantuk, Bermain atau Sibuk Sendiri Dalam Kelas
1.        Deskripsi Mengantuk
Secara fisiologis tubuh kita mempunyai alarm yang dapat mengingatkan bahwa tubuh memerlukan istirahat yang cukup. Apabila tubuh perlu istirahat maka akan memberikan kode dalam bentuk rasa kantuk (mengantuk). Apabila dengan kode mengantuk kemudian kita beristirahat (dengan mencoba tidur), maka setelah bangun tubuh akan terasa segar. Sebab pada saat tidur tubuh akan memanfaatkan zat kelelahan (asam laktat) untuk diolah kembali di dalam hati sebagai cadangan tenaga.
Proses pengolahan kembali zat kelelahan (asam laktat) menjadi cadangan tenaga di dalam hati umumnya terjadi di malam hari antara jam 24.00 sampai dengan jam 02.00. Oleh sebab itu, seyogyanya kita memberikan kesempatan kepada tubuh agar beristirahat terutama pada saat waktu tersebut.
Mengantuk juga dapat menunjukkan bahwa otak sedang kekurangan oksigen. Oksigen dibutuhkan oleh sel-sel otak untuk melakukan aktifitas rutin sehari-hari. Apabila oksigen yang beredar di darah kurang mencukupi kebutuhan metabolisme dasar, maka otakpun akan kekurangan oksigen. Gejala yang ditunjukkan adalah mengantuk.[1]

2.    Deskripsi Sibuk Sendiri Dalam Kelas
 Otak adalah organ tubuh yang tidak akan mengalami lelah. Otak berbeda dengan organ tubuh lainnya yang jika melakukan pekerjaan akan mengalami capek dan lelah. Oleh sebab itu, otak manusia tidak akan mungkin merasa lelah walau digunakan untuk berpikir dan belajar selama sehari semalam. Kelelahan otak terjadi akibat dari rasa bosan dan penat yang dialami seseorang. Perasaan bosan dan penat inilah yang menyebabkan seseorang cepat merasa lelah dan ingin menghentikan pekerjaannya untuk kemudian beristirahat. Untuk lebih jelasnya, terdapat analogi sederhana untuk mendeskripsikan
Ada seorang karyawan bekerja di suatu perusahaan yang lokasinya relatif tidak jauh dari rumahnya, dan jika pulang kerja, ia tampak begitu lelah hingga ketika sampai di rumah, ia langsung menuju ke kamar untuk tidur. Namun, ketika ada telepon dari kawannya menawarkan untuk pergi tamasya ke tempat wisata yang jauh, seketika itu juga rasanya ia sanggup untuk pergi ke tujuan wisata yang relatif jauh dari rumahnya. Orang tersebut merasa lelah karena rutinitas membosankan yang dilalui selama ia bekerja. Ketika ia diajak untuk melakukan hal yang digemarinya ternyata rasa capek itu seolah sirna.[2]
Hal yang semacam ini kerap kali dialami para siswa. Tidak sedikit diantara mereka yang bermain dan sibuk sendiri ketika pelajaran sedang berlangsung. Celakanya, bermain dan sibuk sendiri di kelas membuat dampak negatif yang besar jika pelajaran yang penting tersebut belum dipahami oleh siswa. Oleh karena itulah, agar tujuan belajar tercapai sesuai dengan target yang ditentukan, para guru dan pengajar hendaknya mengetahui hal-hal yang dapat menyebabkan kebosanan dan kepenatan dalam proses belajar mengajar.

B.       Sebab-sebab Terjadinya Mengantuk, Bermain atau Sibuk Sendiri Dalam Kelas
1.        Sebab-sebab Terjadinya Mengantuk
Mengantuk saat pelajaran bisa muncul dari dua faktor. Pertama, faktor luar diantaranya disebabkan karena pelajaran dan guru yang tidak disenangi, cara mengajar guru yang selain monoton, tanpa humor, barangkali juga tidak disertai contoh-contoh atau ilustrasi yang memadai.
Kedua, faktor dalam diri sendiri seperti kelelahan, kurang sehat, kurang tidur, atau memang ada penyakit yang tidak disadari. Jika disebabkan kelelahan, kurang sehat atau kurang tidur, nampaknya persoalan ngantuk tetap saja mengancam. Jalan keluarnya tentu istirahat dan tidur yang cukup. Jika ini semua dianggap beres, tidak ada masalah, maka tidfak ada salahnya segera ke dokter untuk konsultasi atau kalau perlu ke laboratorium klinik untuk memeriksakan darah. Sebab rasa ngantuk yang terus muncul biasanya ada hubungannya dengan kadar gula darah yang berlebihan.[3]

2.    Sebab-sebab Terjadinya Bermain Sendiri atau Sibuk Sendiri dalam Kelas
a.     Jenis Pelajaran
Setiap mata pelajaran memiliki karateristik masing-masing dan mengandung kekhususan yang membedakan satu mata pelajaran dengan mata pelajaran yang lainnya. Maka dari itu, cara pengajaran tiap mata pelajaran itu berbeda-beda. Ada yang penyampaiannya dapat dilakukan hanya teoritis saja, ada yang memerlukan praktik, bahkan ada yang harus melakukan eksperimen atau percobaan.
Dalam sudut pandang ilmu didaktik, para pengajar harus menerapkan metode yang tepat agar pelajaran yang ia sampaikan tidak monoton dan membosankan. Ada beberapa pelajaran yang “rawan” dalam hal ini, biasanya pelajaran-pelajaran yang memerlukan metode penyampaian satu arah cenderung lebih membosankan daripada metode belajar dua arah, seperti Sosiologi, Sejarah, dan Ekonomi. Dalam mata pelajaran Sosiologi yang berisi analisa dari para sosiolog tentang gejala-gejala yang timbul dalam masyarakat, jika sang pengajar menjelaskan pelajaran ini dengan gaya yang monoton, tidak jarang akan menimbulkan perasaan bosan yang dapat memecah konsentrasi belajar para siswa. Demikian juga dengan ilmu Sejarah, jika guru tidak pandai menerangkan dan menyampaikannya kepada para siswa, bisa-bisa malah menjadi dongeng empuk pengantar tidur.
Pelajaran-pelajaran eksak memang tak menggunakan metode pengajaran satu arah, karena harus disampaikan dengan metode latihan dan eksperimen. Namun tak jarang guru malah menerapkan metode pengajaran satu arah. Bila pelajaran Kimia umpamanya diajarkan hanya melalui penjelasan lisan dari pengajar, tentu akan menimbulkan kepenatan luar biasa di kalangan murid.
Jadi, metode satu arah dapat diterapkan asal menggunakan cara yang interaktif, motivatif, inspiratif, dan membangun karakter murid, karena cara ini akan mengikutsertakan siswa dalam proses belajar mengajar yang tentunya memacu konsentrasi siswa dalam menyerap pelajaran.

b. Kurangnya rangsangan keaktifan siswa dalam belajar
Tingkat kecerdasan setiap siswa berebeda-beda. Ada siswa yang cerdas sehingga mampu menyerap pelajaran dalam sekali penyampaian, dan ada juga siswa yang harus mendapat berulang kali pengarahan baru ia mengerti dan memahami suatu pelajaran. Siswa yang mampu menyerap pelajaran dengan mudah bisanya lebih aktif daripada siswa yang kurang mampu menyerap pelajaran dengan baik, hal ini karena kebanyakan mereka menganggap bahwa dirinya tidak akan bisa memahami pelajaran ( rendah diri ). Ini menjadi penyebab terpenting dalam membangun kebosanan bagi siswa. Oleh karena itu, setiap guru dituntut untuk merangsang keaktifan para siswa.
Contoh mudah adalah dengan membuat sebuah game sederhana yang memacu keaktifan pelajar, berupa kuis yang berisi pertanyaan logika atau hal-hal menyenangkan lainnya. Yang penting adalah, sedapat mungkin para guru membuat semua siswa aktif dalam belajar dengan membuat kegiatan yang mengasyikkan. Jangan biarkan para siswa belajar secara pasif. Sebagaimana yang telah disinggung di poin pertama, hendaknya setiap murid diikutsertakan dalam proses pembelajaran, sebab hal ini sangat menguntungkan bagi guru dan murid, karena guru dan murid masing-masing akan mengetahui kelemahannya untuk kemudian dievaluasi agar tercipta proses belajar mengajar yang lebih baik.

c. Pendekatan yang salah
Seringkali seorang guru mencoba untuk membangun image yang menjadikan dirinya berwibawa. Namun banyak guru salah kaprah dalam menerapkan image ini. Bukannya bertambah wibawa, tidak jarang malah mereka menjadi olok-olokan di kalangan siswa. Ini terjadi karena para pengajar sering melakukan pendekatan yang salah terhadap para muridnya.
Tidak ada seorang manusia pun yang rela direndahkan derajatnya dan harga dirinya. Oleh sebab itu, jika seorang guru membangun wibawanya dengan cara menyombongkan dirinya dan menjatuhkan harga diri siswanya melalui kata-kata yang menunjukkan bahwa hanya sang gurulah yang benar, maka penjelasan dari guru tersebut tidak akan pernah didengar oleh para siswa, sebaliknya mereka akan mencari kesibukan masing-masing atau bahkan mereka tidur di kelas. Demikian halnya jika sang guru memberi kesan agar murid-murid takut kepadanya, yang terjadi adalah para murid hanya akan hormat sesaat kepada sang guru yaitu pada saat jam pelajaran sedang berlangsung, akan tetapi di luar itu sang guru tersebut menjadi bahan olok-olokan dan bahan tertawaan bagi siswanya. Jadilah guru yang disegani bukan ditakuti, karena kalau disegani walaupun gurunya tidak ada mereka tetap hormat, tapi kalau  ditakuti, begitu gurunya tidak ada langsung menjadi bahan tertawaan.
Pendekatan semacam ini menyebabkan guru sering menganggap remeh kepada muridnya, sehingga ia pun mengajarkan hal-hal yang sebenarnya telah diketahui oleh siswanya, dan yang lebih parahnya lagi, apa yang ia ajarkan itu terkadang tidak sesuai dengan kenyataan. Jika ini terjadi, maka dapat dipastikan murid tidak akan mau berkonsentrasi, sebab ia merasa telah memahami permasalahan tersebut lebih baik daripada gurunya.
Padahal sebagai seorang guru yang baik, sudah seharusnyalah untuk berlaku adil. Maksudnya, walaupun secara perhitungan kasar mayoritas siswanya berpengetahuan rendah, tapi tetap ada beberapa siswa yang mempunyai kemampuan di atas rata-rata, mereka juga mempunyai hak untuk diberi pelajaran yang lebih baik, dan setiap guru harus mampu mengayomi minat belajar siswanya.
Dalam ilmu retorika, seorang pembicara akan sukses bila apa yang ia sampaikan betul-betul dapat mengubah pikiran orang lain, dan ini hanya akan terjadi, bila sang pembicara mampu menarik minat pendengar, yaitu dengan cara melakukan pendekatan yang sesuai dengan keinginan pendengar. Hal inilah yang harus dipelajari setiap guru agar sukses dalam menyampaikan materi pelajaran kepada murid-muridnya
d. Kondisi kejiwaan yang sedang memburuk
Kondisi fisik yang baik belum tentu akan menghasilkan perbuatan yang baik pula, walaupun pepatah berkata bahwa di dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang sehat pula, namun faktanya sering berlainan. Maka kondisi kejiwaan ( mood ) harus benar- benar sesuai agar menciptakan hasil yang sesuai pula. Manusia sebagai makhluk yang cerdas sebenarnya lebih sering dipengaruhi oleh keadaan jiwa dalam melakukan suatu pekerjaan. Maka dari itu, guru haruslah mengetahui mood murid-muridnya, jangan-jangan murid tersebut sedang ada masalah di luar sekolah, entah di rumah atau di tempat lainnya. Adakanlah bimbingan konseling untuk mengatasinya, jadikanlah sekolah sebagai tempat yang nyaman dan melindunginya, ini akan membantu untuk meningkatkan gairah dan semangat belajarnya.
Sebagai penutup, hindarilah keempat hal di atas agar tercipta suasana belajar yang menjadi idaman semua orang. Ingatlah, belajar yang baik itu tidak penting mahal atau fasilitasnya harus canggih, karena hal tersebut tidak menjamin proses belajar yang efektif tanpa adanya metode belajar yang baik, tapi yang terpenting adalah bagaimana caranya kita untuk menjadikan belajar itu menjadi menyenangkan.[4]

C.  Langkah-langkah Bimbingan yang Ditempuh
Langkah-langkah bimbingan yang di tempuh dalam hal ini adalah:
a. Identifikasi Kasus
b. Lokalisasi jenis dan sifat kesulitan
c. Menemukan faktor penyebab baik secara internal maupun eksternal
2. Langkah prognosis yaitu suatu langkah untuk mengestimasi (mengukur),
memperkirakan apakah kesulitan tersebut dapat dibantu atau tidak.
3. Langkah Terapi yaitu langkah untuk menemukan berbagai alternatif kemungkinan cara yang dapat ditempuh dalam rangka penyembuhan kesulitan tersebut yang kegiatannya meliputi antara lain pengajaran remedial, transfer atau referal.
Sasaran dari kegiatan diagnosis pada dasarnya ditujukan untuk memahami
karakteristik dan faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kesulitan. Dari ketiga pola pendekatan di atas dapat disimpulkan bahwa langkah-langkah pokok prosedur dan teknik diagnosa kesulitan belajar adalah sebagai berikut:
4. Mengidentifikasi siswa yang diperkirakan mengalami kesulitan belajar. Adapun langkah-langkah mengidentifikasi siswa yang mengalami kesulitan belajar.
Menandai siswa dalam satu kelas atau dalam satu kelompok yang diperkirakan mengalami kesulitan belajar baik bersifat umum maupun khusus dalam bidang studi
Meneliti nilai ulangan yang tercantum dalam “record academic” kemudian dibandingkan dengan nilai rata-rata kelas atau dengan kriteria tingkat penguasaan minimal kompetensi yang dituntut.
Menganalisis hasil ulangan dengan melihat sifat kesalahan yang dibuat.
Melakukan observasi pada saat siswa dalam kegiatan proses belajar mengajar yaitu mengamati tingkah laku siswa dalam mengerjakan tugas-tugas tertentu yang diberikan di dalam kelas, berusaha mengetahui kebiasaan dan cara belajar siswa di rumah melalui check list mendapatkan kesan atau pendapat dari guru lain terutama wali kelas,dan guru pembimbing.[5]
5. Mengalokasikan letaknya kesulitan atau permasalahannya, dengan cara mendeteksi kesulitan belajar pada bidang studi tertentu. Dengan membandingkan angka nilai prestasi siswa yang bersangkutan dari bidang studi yang diikuti atau dengan angka nilai rata-rata dari setiap bidang studi. Atau dengan melakukan analisis terhadap catatan mengenai proses belajar. Hasil analisa empiris terhadap catatan keterlambatan penyelesaian tugas, ketidakhadiran, kekurang aktifan dan kecenderungan berpartisipasi dalam belajar.
6. Melokalisasikan jenis faktor dan sifat yang menyebabkan mengalami berbagai kesulitan.
7. Memperkirakan alternatif pertolongan. Menetapkan kemungkinan cara mengatasinya baik yang bersifat mencegah (preventif) maupun penyembuhan (kuratif).
Demikianlah prosedur dan teknik diagnosa kesulitan belajar, di atas dapat dipergunakan. Namun penerapannya dalam proses konseling bisa sangat bervariasi, bahkan ada beberapa pakar yang mempunyai pandangan yang bertolak belakang atau kontradiktif. Bahkan, menurut Carl Rogers, terapi atau pertolongan yang baik tidak membutuhkan ketrampilan dan pengetahuan diagnosa.

D.  Usaha Bimbingan Konseling Individu dan Kelompok
1.      Tujuan: Tujuan dari kegiatan yang dilakukan oleh konselor ini adalah agar siswa mampu berkomunikasi dengan efektif dan efisien dengan anggota kelompok serta mampu mengungkapkan pendapatnya. Selain itu, siswa juga harus mampu menyimak apa yang disampaikan oleh orang lain, karena dengan menyimak, hal positif, siswa dapat memperoleh banyak ilmu.
2.      Kompetensi yang harus dicapai:
·         Siswa mampu berkomunikasi secara efektif dan efisien.
·         Siswa mampu menyimak dengan baik.
3.      Skenario kegiatan:
·         Siswa dibagi kelompok menjadi 10 orang.
·          Setiap kelompok memiliki nomor urut sendiri-sendiri dari nomor 1 sampai 10.
·         Secara berurutan setiap menit, setiap orang dalam kelompok masing-masing diminta memberikan pendapatnya, dengan syarat: tidak boleh bertanya atau bicara satu sama lain, dan seterusnya sampai seluruh anggota kelompok memperoleh bagian waktunya masing-masing untuk dipikirkan sendiri.
4.      Diskusi kelompok. • Kesimpulan diskusi dan penutup.
1)       Pembentukan kelompok: Kelompok dibentuk berdasarkan sukarela dan acak.
2)       Konsolidasi: Konselor memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk melakukan konsolidasi untuk mencegah terjadinya ketidakmengertian bimbingan dan konseling ini.
3)      Transisi
a)      Resolusi konflik (stroming): Konselor memotivasi konseli untuk mengikuti kegiatan bimbingan kelompok tersebut dengan baik, konselor berupaya untuk mengkondisikan kegiatan tersebut agar berjalan dengan baik.
b)      Pengembangan norma kelompok (norming): Konselor melakukan re-konsolidasi dan re-konstruksi kelompok dengan melakukan pembagian tugas terhadap layanan yang akan dilaksanakan, agar peran atau tugas masing-masing anggota kelompok mengerti.
4)      Kerja
a)      Eksperintasi: Peserta yang sudah berada dalam kelompoknya masing-masing dikondisikan untuk melakukan permainan yang sudah dipersiapkan, yaitu bom kelipatan tiga. Adapun operasional pelaksanaannya yaitu:  Berdiri berbentuk lingkaran.Ø  Pembimbing kelompok menjelaskan jalannya permainan, yaitu: anggotaØ kelompok secara berurutan mengucapkan hitungan satu, dua, dan seterusnya; barangsiapa yang mendapatkan bilangan kelipatan tiga (3, 6, 9, dan seterusnya), maka peserta tersebut, menggantinya dengan kata “bom”.  Anggota kelompok diajak mencoba permainan ini. Pembimbing kelompokØ meminta salah seorang peserta memulai hitungan ... “satu” untuk peserta pertama, “dua” peserta kedua, “bom” peserta ketiga dan seterusnya sehingga semua anggota kelompok mendapatkan giliran.  Setelah dicobakan permainan ini ternyata berhasil, maka dilaksanakanØ permainan sebenarnya. Nantinya, bagi peserta yang tidak tepat di dalam menghitung dan/atau tidak tepat mengganti kata “Bom”, maka peserta tersebut diharapkan untuk duduk kembali.
b)      Identifikasi: Konselor memberikan pertanyaan  Apa yang anda rasakan pada saat melakukan simulasi?Ø  Apa yang anda rasakan ketika teman anda melakukan kesalahan?Ø  Kesulitan apa yang anda temui pada saat menyelesaikan permainan ini?Ø  Apa yang anda pikirkan ketika anda mendapat kesulitan dalam mencapaiØ keberhasilan menyelesaikan permainan ini?  Apa yang membuat kalian dapat bangkit lagi untuk menyelesaikanØ permainan?
c)      Analisis: Dalam tahap ini konselor memberikan pertanyaan  Apa hikmah yang dapat diambil dari permainan ini?Ø  Bagaimana pendapat anda jika permainan ini dikaitkan dengan kehidupanØ sehari-hari?
d)      Generalisasi: Apakah anda berencana untuk saling terbuka tentang kesalahan yang pernah diperbuat? 4. Terminasi a. Refleksi umum: Konselor memberikan penguatan pada konseli dan memberikan kesempatan terbuka bagi siswa yang ingin konseling. b. Tindak lanjut: Konselor memberi penguatan pada konseli untuk merealisasikan rencana-rencana perbaikannya.

Bimb. Konseling - Prilaku Anak Iri hati & Agresif




1.      Pengertian sifat iri hati dan sifat agresif

A.    Sifat Iri Hati
Iri hati adalah suatu sifat yang tidak senang akan rizki / rejeki dan nikmat yang didapat oleh orang lain dan cenderung berusaha untuk menyainginya. Iri hati yang diperbolehkan dalam ajaran islam adalah iri dalam hal berbuat kebajikan, seperti iri untuk menjadi pintar agar dapat menyebarkan ilmunya di kemudian hari. Atau iri untuk membelanjakan harta di jalan kebenaran.Saat ini, kesenjangan ekonomi dan sosial yang terjadi di masyarakat dapat memicu terciptanya iri hati pada tiap manusia.
Dalam Islam, iri hati merupakan salah satu penyakit hati yang dibenci dan dilarang Allah. Seperti halnya ayat yang terdapat di dalam Al-Qur’an berikut ini:
“Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebahagian kamu lebih banyak dari sebahagian yang lain. (Karena) bagi orang laki-laki ada bahagian daripada apa yang mereka usahakan, dan bagi para wanita (pun) ada bahagian dari apa yang mereka usahakan, dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS. An-Nisaa’ ayat:32).[1]
Agar tidak tercipta kesenjangan ini kita disuruh Allah agar terus berusaha dengan maksimal dan diiringi dengan berdo’a hanya kepada Allah agar usaha kita mendapatkan karunianya[2].
Iri hati selalu mengarahkan kepada seseorang agar melakukan tindakan yang buruk, misalnya: merasa dirinya paling hebat, ingin memiliki harta orang lain dan bahkan mengajak untuk membunuhnya. Rassullullah menceritakan kepada para sahabatnya tentang iri hati, Rasul menyatakan tiga manusia hidupnya akan celaka dunia akhirat yakni :  takabur, iri hati, dan keserakahan.Takabur yang dilakukan Iblis laknatullah, Allah mengusirnya dari jannah karena sombongnya. Seperti yang tertera dalam Alqur’an surat Al-Baqarah ayat 34: Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat: “Sujudlah kamu kepada Adam,” maka sujudlah mereka kecuali Iblis; ia enggan dan takabur dan adalah ia termasuk golongan orang-orang yang kafir[3].

Iri hati yang dilakukan Qabil dan Habil yang merupakan anak nabi Adam As, yang satu mendapatkan nikmat dari allah dengan diterima kurbannya sedangkan yang satu kurbannya tidak diterima Allah. Mereka saling membunuh karena rasa iri hati. Seperti yang ada di Alquran Surat Al-Maidah ayat 26: “Ceriterakanlah kepada mereka kisah kedua putra Adam (Habil dan Kabil) menurut yang sebenarnya, ketika keduanya mempersembahkan kurban, maka diterima dari salah seorang dari mereka berdua (Habil) dan tidak diterima dari yang lain (Kabil). Ia berkata (Kabil): “Aku pasti membunuhmu!” Berkata Habil: “Sesungguhnya Allah hanya menerima (korban) dari orang-orang yang bertakwa”.Keserakan yang dilakukan Adam as karena iri hati Iblis laknatullah sehingga menghasut Adam As. Allah turunkan ke turunkan ke bumi. Dipercepat turun ke bumi karena memiliki keserakahan dalam hatinya. Adam dibujuk rayu oleh Iblis agar makan buah kuldi agar memiliki kerajaan yang tidak pernah berakhir ( hidup abadi) di surganya Allah. Al-Baqarah ayat 36 : Lalu keduanya digelincirkan oleh setan dari surga itu dan dikeluarkan dari keadaan semula dan Kami berfirman: “Turunlah kamu! Sebagian kamu menjadi musuh bagi yang lain, dan bagi kamu ada tempat kediaman di bumi, dan kesenangan hidup sampai waktu yang ditentukan”.
B.     Pengertian Sikap Agresif
Perilaku Agresif secara psikologis berarti cenderung (ingin) menyerang kepada sesuatu yang dipandang sebagai hal yang mengecewakan, menghalangi atau menghambat (KBBI: 1995: 12). Perilaku ini dapat membahayakan anak atau orang lain. misalnya, menusukan pensil yang runcing ke tangan temannya, atau mengayun-ngayunkan tasnya sehingga mengenai orang yang berada di sekitarnya. Ada juga anak yang selalu memaksa temannya untuk melakukan sesuatu yang ia inginkan, bahkan tidak sedikit pula anak yang mengejek atau membuat anak lain menjadi kesal.
Agresif terjadi pada masa perkembangan. Perilaku agresif sebenarnya sangat jarang ditemukan pada anak yang berusia di bawah 2 tahun. Namun, ketika anak memasuki usia 3-7 tahun, perilaku agresif menjadi bagian dari tahapan perkembangan mereka dan sering kali menimbulkan masalah, tidak hanya di rumah tetapi juga disekolah. Diharapkan setelah melewati usia 7 tahun, anak sudah lebih dapat mengendalikan dirinya untuk tidak menyelesaikan masalah dengan perilaku agresif. Tetapi, bila keadaan ini menetap, maka ada indikasi anak mengalami gangguan psikologis.[4]
Berikut beberapa pengertian perilaku agresif menurut para ahli:
Perilaku Agresif Scheneiders (1955), ia mengatakan bahwa agresif merupakan luapan emosi sebagai reaksi terhadap kegagalan individu yang ditampakkan dalam bentuk pengrusakan terhadap orang atau  benda dengan unsur kesengajaan yang diekspresikan dengan kata-kata (verbal) dan perilaku non verbal.
Agresif menurut Baron  (dalam Koeswara,1988) adalah tingkah laku yang ditunjukkan untuk melukai dan mencelakakan individu lain yang tidak menginginkan datangya tingkah laku tersebut.
Perilaku agresif menurut David O. Sars (1985) adalah setiap perilkau yang bertujuan menyakiti orang lain, dapat juga ditujukan kepada perasaan ingin menyakiti orang lain dalam diri seseorang.
Menurut Abidin (2005) agresif mempunyai beberapa karakteristik. Karakteristik yang pertama, agresif merupakan tingkah laku yang bersifat membahayakan, menyakitkan, dan melukai orang lain. Karakteristik yang kedua, agresif merupakan suatu tingkah laku yang dilakukan seseorang dengan maksud untuk melukai, menyakiti, dan membahayakan orang lain atau dengan kata lain dilakukan dengan sengaja. Karakteristik yang ketiga, agresi tidak hanya dilakukan untuk melukai korban secara fisik, tetapi juga secara psikis. (psikologis.).misalnya melalui kegiatan yang menghina  atu menyalahkan.
Agresif menurut Moore dan Fine (dalam Koeswara, 1998) perilaku agresif adalah tingkah laku kekerasan secara fisik ataupun secara verbal terhadap individu lain atau objek-objek lain.
Agresif menurut Murry (dalam Halll dan Lindzey,1993) didefinisiakan sebagi suatui cara untuk melawan dengan sangat kuat, berkelahi, melukai, menyerang, membunuh, atau menghukum orang lain. Atau secara singkatnya agresi adalah tindakan yang dimaksudkan untuk melukai orang lain atau merusak milik orang lain. Hal yang terjadi pada saat tawuran sebenarnya adalah perilaku agresif dari seorang individu atau kelompok.[5]
2.      Identifikasi Perilaku
A.    Bersifat Iri Hati
Beberapa identifikasi individu yang bersifat iri hati:
Pertama, iri hati selalu bersifat kompetitif. Ia selalu membandingkan diri sendiri dengan orang lain dengan hasil yang selalu negatif. Dan kompetisi tersebut ternyata hanya muncul di dalam benak orang yang iri hati tersebut, yang amat mungkin tidak dilakukan oleh orang lain yang menjadi sasaran iri hati.
Kedua, iri hati menggerogoti dan merugikan orang yang iri hati dan mereka yang dekat dengannya.[6]
Ketiga,  Ia benci terhadap nikmat yang diterima orang lain dan senang bila nikmat itu hilang daripadanya. Sikap reaksi inilah yang disebut perpaduan antara dengki dan iri hati. Keempat, Ia tidak menginginkan nikmat itu hilang dari orang lain, tapi ia berusaha keras bagaimana mendapatkan nikmat semacam itu.[7]
B.     Berperilaku agresif
Perilaku agresif dilakukan anak/remaja, baik di rumah, sekolah, bahkan di lingkungan masyarakat luas. Perilaku agresif pada batas-batas yang wajar pada anak/remaja masih dapat ditolerir atau diabaikan, namun apabila sudah menjurus dapat merugikan dirinya dan orang lain, maka perlu ditangani secara sunguh-sungguh,karena dapat berakibat lebih fatal.
Dampak perilaku agresif tidak hanya mempengaruhi fungsi anak dalam perkembangan emosi dan perilaku, tetapi hal tersebut juga mempengaruhi prestasi akademis, interaksi sosial mereka dengan teman sebaya dan guru. Kaufmann (1985), menjelaskan hasil risetnya, bahwa anak yang agresif umumnya memiliki prestasi akademik yang rendah untuk usia mereka, mayoritas anak agresif memiliki kesulitan akademis. Memiliki kekurangan dalam keterampilan sosial yang mempengaruhi kemampuan untuk kerjasama dengan guru, fungsi di dalam kelas, dan bergaul dengan siswa lain.
3.      Penyebab Timbulnya Rasa Iri dan berperilaku agresif
a.      Faktor penyebab Timbulnya Rasa Iri
Rasa iri biasanya banyak terjadi di antara orang-orang terdekat; antar keluarga, antar teman sejawat, antar tetangga dan orang-orang yang berdekatan lainnya. Sebab rasa iri itu timbul karena saling berebut pada satu tujuan dan itu tak akan terjadi pada orang-orang yang saling berjauhan, karena pada orang yang berjauhan cenderung tidak ada ikatan sama sekali[8].
Iri antar sesama manusia disebabkan oleh banyak hal, diantaranya adalah:
  1. Merasa dirinya paling hebat, terlampau kagum dan pemujaan terhadap kehebatan dirinya. Ia keberatan bila ada orang lain melebihi dirinya. Ia takut apabila koleganya mendapatkan kekuasaan, pengetahuan atau harta yang bisa mengungguli dirinya.
  2. Kesombongan, Ia memandang remeh orang lain dan karena itu ia ingin agar dipatuhi dan diikuti perintahnya. Ia takut apabila orang lain memperoleh kenikmatan atau kesenangan, dan menyebabkan orang tersebut berbalik dan tidak mau tunduk kepadanya.
  3. Kikir, orang seperti ini senang bila orang lain terbelakang dari dirinya, seakan-akan orang lain itu mengambil dari milik dan simpanannya. Ia ingin meskipun nikmat itu tidak jatuh padanya, agar ia tidak jatuh pada orang lain. Ia tidak saja kikir dengan hartanya sendiri, tetapi kikir dengan harta orang lain. Ia tidak rela ada kenikmatan pada orang lain.
  4. Karena sudah ada permusuhan. Ini adalah penyebab kedengkian yang paling parah. Ia tidak suka orang lain menerima nikmat, karena dia adalah musuhnya. Maka akan diusahakannya jangan ada perolehan kebajikan pada orang tersebut. Bila musuhnya itu mendapat kenikmatan atau kebahagian, hatinya menjadi sakit karena bertentangan dengan tujuannya. Permusuhan itu tidak saja terjadi antara orang yang sama kedudukannya, tetapi juga bisa terjadi antara atasan dan bawahannya. Sehingga sang bawahan misalnya, selalu berusaha menggoyang kekuasaan atasannya.
  5. Takut mendapat saingan. Bila seseorang menginginkan atau mencintai sesuatu maka ia khawatir kalau mendapat saingan dari orang lain, sehingga tidak terkabullah apa yang ia inginkan. Karena itu setiap kelebihan yang ada pada orang lain selalu ia tutup-tutupi. Bila tidak, dan persaingan terjadi secara sportif, ia takut kalau dirinya tersaingi dan kalah. Dalam hal ini bisa kita misalkan dengan apa yang terjadi antardua wanita yang memperebutkan seorang calon suami, atau sebaliknya. Atau sesama murid di hadapan gurunya, seorang pegawai dengan pegawai lainnya untuk mendapatkan perhatian yang lebih banyak dari atasannya, dan sebagainya.
  6. Ambisi memimpin, senang pangkat dan kedudukan. Ia tidak menoleh kepada kelemahan dirinya, seakan-akan dirinya tak ada tolok bandingnya. Jika ada orang ingin menandinginya, tentu itu menyakitkan hatinya, ia akan mendengkinya dan menginginkan lebih baik orang itu habis saja karirnya, atau paling tidak hilang pengaruhnya.
b.      Beberapa Faktor Penyebab Individu Beperilaku Agresif
Menurut Sears, Taylor dan Peplau (1997), perilaku agresif remaja disrbabkab oleh dua faktor utama yaitu adanya serangan serta frustasi. Serangan merupakan salah satu faktor yang  paling sering menjadi penyebab agresif dan muncul dalam bentuk serangan verbal atau serangan fisik. Faktor penyebab agresi selanjutnya adalah frustasi. Frustasi terjadi bila seseorang terhalang oleh suatu hal dalam mencapai suatu tujuan, kebutuhan, keinginan, penghargaan atau tindakan tertentu.
Menurut Berkowitz (2003) dalam bukunya yang berjudul emosional behavior menyatakan bahwa adanya persaungan atau kompetisi juga dapat menjadi penyebab munculnya perilaku agresif remaja.
Menurut Koeswara (1998), faktor penyebab remaja berperilaku agresif bermacam-macam, sehingga dapat dikelompokkan menjadi faktor sosial, faktor lingkungan, faktor situasional, faktor hormon, alkohol, obat-obatan (faktor yang berasal dari luar individu ) dan sifat kepribadian (faktor-faktor yang berasal dari dalam individu), yaitu :
a.       Penyebab sosial
1.       Frustasi
Yakni suatu situasi yang menghambat individu dalam usaha mencapai tujuan tertentu yang diinginkannya, dari frustasi maka kan timbul perasaan-perasaan agresif
2.       Profokasi
Yaitu oleh pelaku agresi profokasi dilihat sebagai ancaman yang harus dihadapi dengan respon agersif untuk meniadakan bahaya yang diisaratkan oleh ancaman tersebut.
3.       Melihat model-model agresif
Film dan TV dengan kekerasan dapat menimbulkjan agresi pada seorang anak, makin banyak menonton kekerasandalam acara TV makin besar tingkat agresif merekka terhadap orang lain, makin lama mereka menonton,makin kuat hubungannya tersebut. 
b.       Penyebab dari lingkungan
1.       Polusi Udara, bau busuk dan kebisingan dilaporkan dapat menimbulkan perilaku agresi tetapi tiodak selalu demikian tergantung dari berbagai faktor lain.
2.       Kesesakan (crowding), meningkatkan kemungkinan untuk perilaku agresif  terutama bila sering timbul kejengkelan, iritasi, dan frustasi karenanya.
c.       Penyebab situasional
1.       Bangkitan seksual yaitu film porno yang  “ringan“ dapat mengurangi tingkat agresif, film porno yang “keras” dapat menambah agresif.
2.       Rasa nyeri dapat menimbulkan dorongan agresi yaitu untuk melikai atau mencelakakan orang lain. Dorongan itu kemudian dapat tertuju kepada sasaran apa saja yang ada.
d.       Alkohol dan obat-obatan
Ada petunjuk bahwa agresi berhubungan dengan kadar alkhohol dan obat-obatan. Subyek yang menerima alkohol dalam takara-takaran yang tinggi menunjukkan taraf agresifitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan subjek yang tidak menerima alkhohol atau menerima alkhohol dalam taraf yang rendah. Alkhohol dapat melemahkan kendali diri peminumnya, sehingga taraf agresifitas juga tinggi.
e.       Sifat kepri badian
                 Menurut Baron ( dalam Koeswara, 1988 ) setiap individu akan berbeda dalam cara menentukan dirinya untuk mendekati atau menjauhi perilaku agresif. Ada beberapa ynag memiliki sifat karakteristik yang berortientasi untuk menjauhkan diri dari pelanggaran-pelanggaran.
Menurut David O Sears 1985 meyebutakan faktor penentu perilaku agresif yang utama adalah rasa marah dan proses belajar respon agresif. Proses belejar ini bisa terjadi langsung terhadap respon agresif atau melalui imitasi.
Menurut Davidoff perilaku agresif remaja dipengaruhi oleh beberapa faktor :
1.      Faktor biologis
Ada beberapa faktor biologis yang mempengaruhi perilaku agresif yaitu:
a.       Gen
Gen tampakya berpengaruh pada pembentukan sistem neural otak yang mengatur perilaku agresif.
b.       Sistem otak
Sistem otak yang tidak terlibat dalam agersi ternyata dapat memperkuat atau menghambat sirkuit netral yang mengendalikan agresi.



c.       Kimia darah
Kimia darah (khususnya hormon seks yang sebagian ditentukan faktor keturunan) juga dapat mempengaruhi perilaku agresi.
2.      Faktor lingkungan
Yang mempengaruhi perilaku agresif remaja yaitu :
a.       Kemiskinan
Remaja yang besar dalam lingkungan kemiskinan, maka perilaku agresi mereka secara alami mengalami penguatan. Hal yang sangat menyedihkan adalah dengan berlarut-larut terjadinya krisis ekonimi dan moneter menyebabkan pembengklakan kemskinan yang semakin tidak terkendali. Hal ini berarti potensi meledaknya tingkat agresi semakin besar.
b.      Anoniomitas
Terlalu banyak ranbgsangan indra dan kognitif membuat dunia menjadi sangat impersonal, artinya antara satu orang dengan orang lain tidal lagi saling mengenal. Lebih jauh lagi, setiap individu cenderung menjadi anonim (tidak mempunyai identiras diri). Jika seseorang merasa anonim ia cenderung berperilaku semaunya sendiri, karena ia merasa tidak terikkat dengan norma masyarakat da kurang bersimpati dengan orang lain.
c.       Suhu udara yang panas
Suhu lingkungan yang tinggi memiliki dampak terhadap tingkah laku sosial berupa peningkatan agresifitas.  
3.      Kesenjangan generasi
Adanya perbedaan atau jurang pemisah (gap) antara generasi anak dengan orang tuanya dapat terlihat dalam bentuk hubungan komunikasi yang semakin minimal dan seringkali tidak nyambung. Kegagalan komunikasi antara orang tua dan anak diyakini sebagai salah satu penyebab timbulnya perilaku agresi pada anak.
4.      Amarah
Marah merupakan emosi yang memiliki cirri-ciri aktifitas system saraf parasimpatik yang tinggi dan adanya perasaan tidak suka yang sangat kuat yang biasanya disebabkan akarena adanya kesalahan yang muingkin nyata-nyata salah atau mungkin tidak (Davidoff, Psikologi Suatu Pengantar, 1991). Pada saat amrah ada perasaan ingin menyerang, meninju, menghancurkan atau melempar sesuatu dan biasanya timbul pikiran yang kejam. Bila hal tersebut disalurkan maka terjadilah perilaku agresif.
5.      Peran belajar model kekerasan
Model pahlawan-pahlawan di film-film seringkali mendapat imbalan setelah mereka melakukan tindak kekerasan. Hal bisa menjadikan penonton akan semakin mendapat penguatan bahwa hal tersebut merupakan hal yang menyenangkan dan dapat dijadikan suatu sistem nilai bagi dirinya. Dengan menyaksikan adegan kekerasan tersebut terjadi proses belajar peran model kekerasan dan hali ini menjadi sangat efektif untuk terciptanya perilaku agresif.
6.      Frustasi
Frustasi terjadi bila seseorang terhalang oleh ssesuatu hal dalam mencapai suatu tujuan, kebutuhan, keinginan, pengharapan atau tindakan tertentu. Agresi merupakan salah satu cara merespon terhadap frustasi. Remaja miskin yang nakal adalah akibat dari frustasi yang behubungan dengan banyaknya waktu menganggur, keuangan yang pas-pasan dan adanya kebutuhan yang harus segera tepenuhi tetapi sulit sekali tercap[ai. Akibatnya mereka menjadi mudah marah dan berprilaku agresi. 
7.      Proses pendisiplinan yang keliru
Pendidikan disiplin yang otoriter dengan penerapan yang keras terutama dilakukan dengan memberikan hukuman fisik, dapat menimbulkan berbagai pengaruh yang buruk bagi remaja (Sukadji, Keluarga dan Keberhasilan Pendidikan, 1988). Pendidikan disiplin seperti akn membuat remaja menjadi seorang penakut, tidak ramah dengan orang lain, membenci orang yang memberi hukuman, kehilangan spontanitas serta kehilangan inisiatif dan pada akhirnya melampiaskan kemarahannya dalam bentuk agresi kepada orang lain.[9]
4.      Langkah bimbingan yang ditempuh untuk anak yang bersifat iri hati dan anak yang berpeerilaku agresif
Secara umum langkah-langkah untuk memberikan bimbingan untuk anak yang bersifat iri hati dan anak yang berpeerilaku agresif bisa disamakan,,akan tetapi ada juga pembedaan,,seperti dibawah ini:

a.      Anak yang bersifat iri hati

Pertama, pendekatan pengalaman. Pendekatan pengalaman merupakan proses pembelajaran moral melalui pemberian pengalaman langsung. Dengan pendekatan ini siswa diberi kesempatan untuk mendapatkan pengalaman spiritual baik secara individual maupun kelompok.
Kedua, pendekatan pembiasaan. Pendekatan pembiasaan adalah suatu tingkah laku tertentu yang sifatnya otomatis tanpa direncanakan terlebih dahulu dan berlaku begitu saja tanpa dipikirkan lagi. Dengan pembiasaan pembelajaran memberikan kesempatan kepada peserta didik terbiasa mengamalkan konsep ajaran nilai-nilai universal, baik secara individual maupun secara berkelompok dalam kehidupan sehari-hari.
Ketiga, pendekatan emosional. Pendekatan emosional adalah upaya untuk menggugah perasaan dan emosi siswa dalam meyakini konsep ajaran nilai-nilai universal serta dapat merasakan mana yang baik dan mana yang buruk.
Keempat, pendekatan rasional. Pendekatan rasional merupakan suatu pendekatan mempergunakan rasio (akal) dalam memahami dan menerima kebenaran nilai-nilai universal yang di ajarkan .
Kelima, pendekatan fungsional. Pengertian fungsional adalah usaha menanamkan nilai-nilai moral yang menekankan kepada segi kemanfaatan bagi siswa dalam kehidupan sehari-hari, sesuai dengan tingkatan perkembangannya.
Keenam, pendekatan keteladanan. Pendekatan keteladanan adalah memperlihatkan keteladanan, baik yang berlangsung melalui penciptaan kondisi pergaulan yang akrab antara personal sekolah, perilaku pendidik dan tenaga kependidikan lain yang mencerminkan sikap dan perilaku yang menjungjung tinggi nilai-nilai universal, maupun yang tidak langsung melalui suguhan ilustrasi berupa kisah-kisah keteladanan.
Ketujuh, melalui penanaman dan penegakan kedisiplinan.[10]

b.      Anak yang berperilaku agresif

Agresifitas pada anak harus dianggap sebagai risiko kesehatan dalam penyusunan program peningkatan kesehatan masyarakat, terutama yang ditargetkan untuk anak-anak dan keluarga.
Peneliti menyimpulkan bahwa mengatasi perilaku anak yang bermasalah dan mengajarkan cara-cara berinteraksi yang tepat, perawatan diri, dan strategi mengatasi permasalahan mungkin diperlukan sejak dini untuk mengurangi risiko jangka panjang bagi kesehatan..
Dr Sarah Stewart-Brown, dari University of Warwick, di Inggris, berhipotesis bahwa agresifitas pada masa kanak-kanak merupakan tanggapan terhadap stres dari lingkungan.
Ia berpendapat program sekolah yang dirancang untuk meningkatkan keterampilan sosial dan emosional memang penting, namun program pengasuhan yang lebih baik dapat membawa perubahan yang paling signifikan[11]
Selain itu,, kita perlu tahu bahwa perilaku agresif pada anak dapat diatasi, dikurangi bahkan untuk dihilangkan. Untuk membantu mereka agar terlepas dari perilaku agresif diperlukan teknik dan pendekatan yang komprehensif dan koordinatif. Adapun yang dapat kita lakukan, baik di sekolah maupun di rumah, di antaranya melalui berbagai metoda dan teknik sebagai berikut:
a.       Memahami dan menerima pribadi anak
Pemahaman terhadap anak merupakan hal mutlak, terlebih pemahaman terhadap anak agresif yang memerlukan bantuan. Setelah dipahami pribadi anak, kita berupaya untuk menerima apa adanya dan sebagaimana mestinya. Pemahaman dan penerimaan akan menumbuhkan sikap simpati dan mungkin empati pada kita/guru. Simpati dan empati akan menubuhkan kepercayaan, hal ini merupakan modal untuk mengarahkan perilaku-perilaku anak ke arah nonagresif.
b. Ciptakan PAKEM.
PAKEM (pembelajaran aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan), akan tercipta apabila program pembelajaran yang pleksibel, disesuaikan dengan kemampuan setiap anak, pengelolaan kelas yang memberikan rasa aman, kenyamanan dan menyenangkan. Dengan terciptanya PAKEM akan mengurangi kondisi-kondisi yang mendorong kegagalan sebagai benih frustrasi. Dengan terhidar dari sifat frustrasi berarti mengurangi perilaku agresif.
c. Melakukan catharsis
Melakukan catharsis yaitu menyalurkan perilaku agresif ke aktivitas yang positif dan terhormat, seperti anak yang suka menendang atau memukul teman-teman, merusak benda atau barang di sekitarnya, kita arahkan dan kembangkan motivasi untuk kegiatan bermain drama, sepak bola, bola volly, main hokey dsb. Anak yang suka memaki-maki, marah yang tidak terkendali, menghina, mencemooh orang lain, kita arahkan ke aktivitas yang positif, seperti membaca puisi, bermain peran atau drama, bernyanyi, berceritera dsb. Dengan kegiatan tersebut anak akan merasa puas dan energi agresif akan tersalurkan, terbebas dari membahayakan dirinya maupun orang lain, diterima oleh masyarakat dan mungkin menjadi kebanggaan bagi dirinya. Menurut Freud, energi agresif dapat dikeluarkan dan diterima pada kehidupan sosial seperti melalui pekerjaan atau permainan yang bertenaga, lebih sedikit aktivitas yang tidak diinginkan seperti menghina orang lain, perkelahian, atau pengrusakan.
d. Menghapuskan pemberian imbalan.
Menghapuskan pemberian imbalan atau istilah lain penguatan negatif, yaitu menghilangkan rangsangan yang tidak menyenangkan (hukuman) setelah ditampilkan perilaku yang diharapkan akan memperkuat munculnya frekuensi perilaku yang diharapkan tersebut. Penghilangan yaitu menahan ganjaran yang diharapkan seperti yang diberikan sebelumnya akan menurunkan frekuensi munculnya perilaku yang semula mendapat penguatan. Penundaan berarti meniadakan ganjaran karena belum ditampilkan perilaku tertentu yang diharapkan, maka akan menurunkan frekuensi munculnya perilaku yang tidak diinginkan.
e. Strategi memperagakan/pelatihan
Upaya yang dilakukan melalui peragaan atau penampilan dalam pemecahan suatu masalah yang tidak menggunakan perilaku agresif. Tanggapan yang tidak cocok/bertentangan dengan agresif boleh juga ditanamkan dengan memperagakan atau strategi pelatihan. Ketika anak melihat suatu contoh dan memilih solusi yang tidak agresif terhadap suatu konflik atau dengan tegas dilatih dalam pemakaian metoda-metoda yang tidak agresif tentang pemecahan masalah, mereka menjadi lebih mungkin untuk menetapkan solusi yang serupa kepada permasalahan mereka sendiri. Pelatihan metoda yang efektif dalam mengatasi konflik secara berkesinambungan merupakan hal yang utama dan bermanfaat bagi anak yang agresif.
f. Menciptakan lingkungan nonagresif
Jika kita bermaksud untuk mengurangi timbulnya perilaku agresif pada anak, maka kita harus membebaskan lingkungan sekitar dari perilaku-perilaku agresif, menghilangkan rangsangan-rangsangan yang dapat menumbuhkan perilaku agresif. Misalnya dengan menghilangkan tontonan, bacaan, yang memperlihatkan kekerasan, keberutalan, kesadisan dsb, terutama film-film adegan-adengan yang ada pada TV, komik, dan bacaan lainnya.
g. Mengembangkan sikap empati
Anak-anak prasekolah dan individu sangat agresif lain bisa tidak berempati dengan korban-korban mereka. Mereka mungkin tidak merasa menderita walaupun merugikan orang lain (berperilaku agresif). Kita dapat membantu mengembangkan sikap empati mereka melalui contoh kegiatan, seperti: a) menunjukan konsekuensi-konsekuensi yang berbahaya dari tindakan-tindakan anak yang agresif, b) menempatkan anak di tempat kejadian korban dan membayangkan bagaimana rasanya menjadi korban.
h. Hukuman
Apabila pendekatan-pendekatan di atas tidak efektif, maka dapat dilakukan dengan memberi hukuman yang bersifat mendidik dan manusiawi. Adapun pedoman yang harus dijadikan acuan apabila memberi hukuman yaitu:
a) Gunakan hukuman hanya setelah metode koreksi positif telah gagal dan ketika membiarkan perilaku tersebut berlanjut akan menyebabkan konsekuensi-konsekuensi negatif yang lebih serius daripada tingkat hukuman yang dilakukan.
b) Hukuman harus digunakan hanya oleh orang-orang yang memiliki kedekatan dan penuh kasih sayang terhadap anak ketika tingkah lakunya dapat diterima dan yang menawarkan banyak dukungan positif untuk perilaku non-agresif.
c) Menghukum seperti apa adanya, tanpa kejengkelan, ancaman, atau melanggar moral.
d) Hukuman harus bersifat adil, konsisten dan segera.
e) Hukuman harus intens secara akal dan proporsional.
f) Bila memungkinkan, hukuman harus melibatkan biaya respons (kehilangan hak-hak istimewa atau hadiah atau menarik diri dari perhatian) daripada perlakuan permusuhan.
g) Bila memungkinkan, hukumannya harus terkait langsung dengan perilaku agresif, memungkinkan anak untuk membuat restitusi, dan/atau mempraktekkan perilaku alternatif yang lebih adaptif.
h) Jangan langsung memberikan penguatan positif segera setelah hukuman, anak mungkin belajar berperilaku agresif kemudian menanggung hukuman untuk mendapatkan dukungan.
i) Menghentikan hukuman jika tidak segera efektif.[12]



[1] Al-qur’anul karim
[2] Dewan enseklopedi islam ,Ensiklopedi islam (Jakarta ichtiyar baru van hoeve ,1997)
3 Al-Qur’an al-karim
[4] http://belajarpsikologi.com/pengertian-perilaku-agresif/
[6] http://catholicyouthstpaul.blogspot.com/2011/11/tanda-iri-hatisalah-satu-dr-7-deadly.html
[7] http://www.ideelok.com/opini-dan-ulasan/penyakit-batin-sifat-iri-dan-dengki
[8] Koeswara, E. 1998. Agresi Manusia. Bandung : PT Erasco.
[9] Scheneider, Alexander. A. 1955. Personal Adjusment and Mental Healty. New York : Holt, Rinehart dan winston.
[10] Ramayulis. (2004). Ilmu pendidikan Islam. Jakarta: Kalam Mulia.
[11] http: // www. E- psikologi. Com/ epsi/ individual detail. Asp ?id= 380.
[12] David, Jonathan. 2002. Psikologi Sosial. Jakarta : Erlangga.